Menjadi Istri yang Sebenarnya Sangat Sulit
CAPE MAKAR: Tulisan ini sebenarnya bermaksud untuk sharing pengalaman bahwa menjadi istri itu cukup mudah, punya pacar, menikah, dan membangun keluarga. Tetapi menjadi istri yang sebenarnya tidaklah mudah. Sangat sulit, apalagi istri yang juga bekerja membantu suami mencari nafkah. Itu lebih sulit lagi.
Sebenarnya saya ingin lanjut pada pokok persoalan, namun
sepertinya akan jauh lebih baik jika saya jelaskan dulu maksud dari deretan
kata dan kalimat yang menyatakan “menjadi istri YANG SEBENARNYA. Semua ini
versi saya; karena saya orang yang menganut budaya patriarkat, bukan matrinial
maka peran seorang istri dalam pandangan saya seperti ini. Menjadi seorang ibu
dan menjadi seorang istri. Menjadi istri di sini konteksnya adalah melayani
suami, tunduk, dan patuh kepada suami.
Ditambah lagi dengan pemahaman alkitabiah yang menyatakan, “
hai para istri patuhilah suami karena suami adalah kepala keluarga”;
pemahamanku yang dangkal tentang firman Tuhan tersebutlah yang membuatku
menjadi agak egois sepertinya. Baru nyadar hehehee, lanjut ya…
Baca juga:
Istriku adalah seorang wanita terbaik kedua di dunia, setelah ibuku. Segalanya dilakukan untuk membuatku bangga dan bahagia. Dia adalah taman firdaus dalam hidupku.
Bayangkan saja sebagai pekerja kantoran kami sama-sama harus
bangun pagi untuk mempersiapkan diri. Bedanya saya mempersiapkan diri untuk
kantor (kebanyakan juga istri membantu saya); sedangkan istri saya sebelum itu
harus menyiapkan sarapan, beres rumah, strika baju kerja saya dan semua
keperluan saya dan dirinya.
Pulang kerja saya istirahat, nonton tv, atau sekedar menulis
untuk blog yang saya kelola; sedangkan istriku harus kembali menyiapkan makan,
bereskan rumah, pikirkan belanja untuk besok; sampai soal pembayaran listrik
dan lain sebagainya. Pokoknya tentang dalam rumah tu urusan istri. Ehmm uang
belanja, tenang sa, lancar kok. Kwkwkw.
“De kopi dong”
Itulah yang saya lakukan di setiap hari Sabtu (karena Sabtu
libur), sepersekian menit kemudian kopi dan kue pun muncul. Lebih parah kalau
ada tamu, hanya tatapan saja, istri saya paham apa yang harus dia siapkan untuk
tamu-tamu saya. Saat pacaran sudah dijelaskan terkait budaya dan peran istri
dalam keluarga kami dalam berbagai situasi. Keren kan, canda ya….pis@.
Hari ini, Sabtu 6 Januari 2018 istri saya kondisinya kurang
sehat. Mungkin karena kecapean. Akhirnya dia istirahat dari rutinitasnya
sebagai seorang ibu dan istri. Saya yang menggantikan perannya. Merawat dirinya
itu pasti dan memang tugas saya sebagai suami.
Setelah itu pukul 06.00 harus ke pasar belanja sayur, bawang,
tomat dan segala keperluan dapur. Pulang masak; setelah itu beres rumah, cuci
pakian, dan siangnya menyiapkan makan untuk kami sekeluarga. Setelah semua
siap, jujur saya tidak makan melainkan tidur.
Ternyata jadi istri cape bangat.
Bangun tidur istriku dengan senyumnya yang paling manis
datang menghampiriku dengan makanan di tangannya, “pak makan dulu”, senyum
tidak pernah luput dari wajah cantiknya.
Jujur caranya membuatku merasa tidak layak jadi suami
buatnya. Dia orang yang penuh cinta, dalam kelelahan masih tersenyum ramah,
sedangkan saya hanya bisa menuntut. Sungguh ini tidak adil. Istriku, engkau
bukan pembantu, maafkan saya yang tidak merasakan lelahmu. Terima kasih untuk
cinta tulus dan pengabdianmu. Memang benar kata pepatah bahwa kesuksesan suami
karena di belakangnya ada istri yang hebat.
Anak-anak didikku mengaggumi cara saya berkomunikasi maupun
mengajari mereka. Katanya saya hebat. Baca pengakuan anak-anak itu di sini.
Tetapi sekarang saya tahu bahwa saya bisa seperti itu bukan karena saya tetapi
ada istri hebat yang mendukung saya.
Baca Juga:
Refleksi:
Para suami, ini bukan nasehat. Siapa saya yang bisa
menasehati bapak-bapak sekalian; ini hanya sekedar berbagi ini untuk
direnungkan bersama:
1. Andaikan bisa menghitung waktu
mondar-mandir seorang istri dari dapur, ke kamar mandi, kemudian kamar tidur
dan ruang tengah selama sehari; jika dikorelasikan dengan orang berjalan
sepanjang tiga kilo meter setiap hari mungkin sama. Jadi masih pantaskah membentak
seorang istri?
2. Istri dan pembantu itu beda; istri
adalah teman hidup, pembantu adalah seorang pekerja. Jadi pantaskah kita
membiarkan istri berlelah seorang diri dengan dalil itu tugas istri?, maaf
tidak menggurui.
3. Saya berani bertaruh sebagian besar
kesuksesan suami dalam bidang apapun karena di belakangnya ada istri yang penuh
cinta. Saya yakin karena mengalaminya.
Terakhir untukmu pemuda tampan, jangan hanya mencari calon istri yang cantik secara fisik. Tetapi cintailah seorang wanita yang mencintai kekuranganmu. Itu pasti istri yang super hehehe.
Maaf ini hanya sharing, jika tidak berfaedah abaikan saja. Salam
bagimu istri-istri hebat yang dikasihi Tuhan. (Makar admin blog Gubanesia)
Baca juga:
0 Response to "Menjadi Istri yang Sebenarnya Sangat Sulit"
Posting Komentar